Islam tidak melarang cinta. Namun Islam melarang melampaui batas
karena cinta dalam bentuk apapun, baik dengan pendengaran, ucapan, maupun
sentuhan yang tidak diperkenankan dalam syara’. Kalau pandangan yang terus
menerus saja dilarang dalam Islam, lalu bagaimana dengan pertemuan yang tidak
dibolehkan syara’? Nabi Bersabda :
“Wahai Ali, Janganlah kau ikuti pandangan pertama dengan pandangan
kedua. Karena pandangan pertama adalah bagimu dan pandangan yang kemudian bukan
bagimu.”(HR. Tirmidzi, bab Adab no 2777 dan Abu Dawud bab Nikah no.2149).
Hadits ini dihasankan oleh Al Albani.
Dari Abdullah bin Mas’ud, bahwa ia berkata: “Rasulullah telah bersabda:
“Janganlah seorang wanita bergaul dengan wanita lainnya kemudian melukiskan
kepada suaminya (keadaan wanita tersebut) seakan akan suaminya melihat wanita
itu.”(HR. Bukhari).
Maksudnya janganlah seorang istri menceritakan perihal wanita lain
kepada suaminya sehingga seakan akan suaminya melihat wanita tersebut. Wahai
Pecinta!.......kiaskanlah keadaanmu dengan hadits ini agar kamu mengetahui batas
batas hakmu bersama gadis yang kau cintai. Perhatikanlah juga keadaanmu wahai
saudariku yang sedang kasmaran denagn membandingkan keadaanmu terhadap hadits
ini agar kamu mengetahui batasan batasan hak mu bersama dengan orang yang kau
cintai.
Sebagaimana telah kami katakan bahwa Islam menegakkan kehidupan
berdasarkan cinta dan kasih sayang yang disyariatkan Rasulullah SAW. Rasulullah
sendiri sangat mencintai Khadijah hingga posisi cinta itu tak bisa digantikan
dengan yang lainnya sampai beberapa tahun sesudah wafatnya Khadijah. Beliau bersabda:”Allah
tidak memberikan kepadaku ganti yang lebih baik daripada dia. Ia telah beriman
kepadaku ketika orang lain mengingkariku. Ia membenarkanku ketika orang orang
mendustakanku, ia menolongku dengan hartanya ketika orang lain menghalangiku. Allah
menganugerahkan anak anaknya untukku dan Dia menghalangiku dari anak anak orang
lain/istri istriku yang lain.﴾HR. Ahmad
dalam Kitab Musnadnya).
Pada suatu hari sesudah wafatnya Khadijah, tampak Halah binti
Khuwailid, saudari Khadijah bertamu ke rumah ‘Aisyah sementara pada saat itu
Rasulullah SAW sedang berada dihalaman. Halah pun mengucapkan salam sedangkan
suaranya mirip dengan suara Khadijah, sang istri yang 777mulia, berharga dan
kekasih hati Nabi SAW. Hati Nabi menjadi bergetar seketika sehingga lidahnya
mengucapkan:”Ya Allah, Halah.” Dalam riwayat Muslim disebutkan:” Ya Allah Halah
binti Khuwailid.” ‘Aisyah berkata:” Aku menjadi cemburu dan berkata,”Apakah yang
membuatmu terus teringat kepada salah satu wanita tua Quraisy yang merah sudut
mulutnya/ kinayah terhadap lanjut usianya dan telah meninggal dunia, sedangkan
Allah telah memberi ganti yang lebih baik untukmu daripadanya(karena ‘Aisyah
masih muda dan cantik).” Rasulullah menjadi sangat marah dan bersabda:” Demi
Allah, Allah tidak memberikan ganti yang lebih baik daripada dia. Dia telah
beriman kepadaku ketika orang lain mengingkariku...”hadits terdahulu. (HR.
Muslim pada bab Keutamaan Shahabat no 2437).
Apabila Rasulullah SAW menyembelih seekor kambing, beliau bersabda:
” Kirimkanlah untuk sahabat sahabat Khadijah.” ‘Aisyah berkata :” Pada suatu
hari aku membuatnya marah dengan berkata:” Khadijah?” Rasulullah SAW bersabda :
“Aku telah dikaruniai perasaan cinta kepadanya.”(HR. Muslim pada bab Keutamaan
Shahabat no 2435)
Wahai Saudaraku muslim, bisakah engkau melukiskan cinta itu?
Wahai Saudariku muslimah, bisakah engkau melukiskan cinta itu?
Adakah diantara kita yang menginginkan cinta seperti cinta
Rasulullah SAW kepada Khadijah?
Islam senantiasa beriringan dengan cinta suci dan terjaga lagi
mulia yang tak lekang oleh waktu, tidak pudar karena menikah dengan wanita yang
muda lagii cantik, tidak digoyahkan oleh kekayaan setelah sebelumnya miskin,
tidak diubah oleh sakit sesudah sehat, dan tidak pula mampu digeser oleh mati
sesudah hidup.
Sumber : Dr. Nazmi Khalil Abu’Atha. Menuntun Cinta Menuju Surga.2006. Yogyakarta: Hikam Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar