1.
Pendahuluan
Tujuan dari belajar bukan semata mata berorientasi pada penguasaan
materi dengan menghafal fakta fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau
materi pembelajaran. Menurut Mahfudin dalam makalahnya, model pembelajaran
experiential learning merupakan model pembelajaran yang diharapkan dapat
menciptakan proses belajar yang lebih bermakna, dimana murid mengalami apa yang
mereka pelajari. Melalui model ini, murid belajar tidak hanya belajar tentang
konsep materi belaka, hal ini di karenakan murid dilibatkan langsung dalam
proses pembelajaran untuk dijadikan sebagai suatu pengalaman.
Pepatah mengatakan bahwa “pengalaman adalah guru yang paling baik”.
Maka hal yang sama telah dikemukakan oleh Confucius beberapa abad lalu : “What
I hear, I forget; what I hear and I see, I Remember a little, What I hear , see
and ask questions about or discuss with someone else, I begin to understand,
what I hear, see, discuss and I do, I acquire knowledge and skill, What I teach
to another, I master”. Jika pernyataan Confucius tersebut dikembangkan
secara sederhana, maka akan didapat suatu cara belajar berupa cara belajar
dengan cara mendengar akan lupa, dengan cara mendengarkan dan melihat akan
ingat sedikit, dengan cara mendengar, melihat dan mendiskusikan dengan murid
lain akan paham, dengan cara mendengar, melihat, diskusi dan melakukan akan
memperoleh pengetahuan dan keterampilan dan cara untuk menguasai pelajaran yang
terbaik adalah dengan mengerjakan. Dengan mengalami materi belajar secara
langsung, diharapkan murid dapat lebih membangun makna serta kesan dalam
memori.
2.
Konsep
Model Experiential Learning
Dikembangkan
oleh David Kolb sekitar awal 1980 an. Model ini menekankan pada sebuah model
pembelajaran yang holistik dalam proses belajar. Dalam Experiental Learning,
pengalaman mempunyai peran sentral dalam proses belajar. Penekanan inilah yang
membedakan ELT dari teori teori belajar lainnya. Istilah “experiential” disini
untuk membedakan antara teori belajar kognitif yang cenderung menekankan
kognisi daripada afektif dan teori belajar behavior yang menghilangkan peran pengalaman
subyektif dalam proses belajar (Kolb dalam Baharudin dan Esa,2007:165).
Model experiential
learning adalah suatu model proses belajar mengajar yang mengaktifkan
pembelajar untuk membangun pengetahuan dan ketrampilan melalui pengalamannya
secara langsung. Dalam hal ini, experiential learning menggunakan pengalaman
sebagai katalisator untuk menolong pembelajar mengembangkan kapasitas dan
kemampuannya dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan
uraian diatas, Mahfudin menyimpulkan bahwa experintial learning dapat
didefinisikan sebagai tindakan untuk mencapai sesuatu berdasarkan pengalaman
yang secara terus menerus mengalami perubahan, guna meningkatkan keefektifan
dari hasil belajar itu sendiri. Tujuan dari model ini adalah untuk mempengaruhi
murid dengan tiga cara yaitu:
a.
Mengubah
struktur kognitif murid
b.
Mengubah
sikap murid, dan
c.
Memperluas
keterampilan keterampilan murid yang telah ada
Ketiga elemen tersebut saling berhubungan dan memengaruhi secara
keseluruhan, tidak terpisah pisah, karena apabila salah satu elemen tidak ada,
maka kedua elemen lainnya tidak akan efektif. Experiential learning
menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan murid. Kualitas belajar
experiential learning mencakup : keterlibatan murid secara personal,
berinisiatif, evaluasi oleh murid sendiri, dan adanya efek yang membekas pada
murid.
Model experiential learning memberi kesempatan kepada
murid untuk memutuskan pengalaman apa
yang menjadi fokus mereka , keterampilan keterampilan apa yang mereka ingin
kembangkan, dan bagaimana cara mereka membuat konsep dari pengalaman yang
mereka alami tersebut.
Adapun Prosedur pembelajaran dalam experiential learning terdiri
dari empat tahapan yaitu :
1)
Tahapan
Pengalaman nyata
2)
Tahap
Observasi refleksi
3)
Tahap
Konseptualisasi dan
4)
Tahap
Implementasi
Dalam tahapan
di atas, proses belajar dimulai dari pengalaman konkret yang dialami seseorang.
Pengalaman tersebut kemudian direfleksikan secara individu. Dalam proses
refleksi seseorang akan berusaha memahami apa yang terjadi atau apa yang dialaminya.
Menurut experiential
learning theory, agar proses belajarmengajar efektif, seorang murid harus memiliki empat kemampuan (Nasution
dalam Baharuddin Esa,2007:167). Empat kemampuan tersebut yaitu :
Kemampuan
|
Uraian
|
Pengutamaan
|
Concrete Experience/
CE
|
Murid
melibatkan diri sepenuhnya dalam pengalaman baru
|
Feeling/Perasaan
|
Reflection
Observation /RO
|
Murid
mengobservasi dan merefleksikan atau memikirkan pengalaman dari berbagai segi
|
Watching/ Mengamati
|
Abstract
Conceptualization / AC
|
Murid
menciptakan konsep konsep yang mengintegrasikan observasinya menjadi teori
yang sehat
|
Thinking/ Berfikir
|
Active
Experimentation/ AE
|
Murid
menggunakan teori untuk memecahkan masalah masalah dan mengambil keputusan
|
3/ Berbuat
|
3.
Siklus
Pembelajaran Experience
Menurut Kolb (1984) model Action Research and Laboratory
Training yang dikemukakan oleh Lewin menyebutkan bahwa belajar, perubahan
dan pertumbuhan terjadi melalui penghayatan pengalaman”sekarang dan disini”,
yang diikuti oleh pengumpulan data dan observasi terhadap pengalaman serta
analisis data. Hasil dari analisis data inilah yang digunakan untuk memperbaiki
pengetahuan dan memilih pengalaman baru.
Model pembelajaran Dewey sangat mirip dengan Lewin, tetapi ia
membuat lebih eksplisit sifat perkembangan belajar yang tersirat dalam model
Lewin, sebagai proses umpan balik yang menggambarkan bagaimana belajar mengubah
impuls, perasaan dan keinginan dari pengalaman nyata ke urutan yang lebih
tinggi. Menurut Dewey, belajar merupakan proses yang mengintegrasikan
pengalaman dengan konsep, pengamatan dan tindakan. Impuls/ dorongan pengalaman
melahirkan pengetahuan/ knowledge untuk bertindak/ judgement. Penundaan
tindakan sangat penting untuk melakukan observasi / pengamatan dan penilaian
dalam pencapaian tujuan. Proses ini terjadi melalui integrasi pengalaman,
pengetahuan, observasi dan tindakan.
Piaget menyebutkan bahwa belajar merupakan siklus interaksi antara
individu dengan lingkungan, dengan unsur pokok terletak pada interaksi yang
menguntungkan antara proses akomodasi konsep terhadap pengalaman nyata dengan
proses asimilasi pengalaman terhadap konsep yang dimiliki. Piaget dalam Piaget’s
Model of Learning and Cognitive Development ﴾
Piaget dalam Kolb, 1984﴿
menyebutkan bahwa perkembangan kognitif bergerak dari konkret menuju abstrak
dan dari aktif menuju reflektif tergantung pada proses asimilasi dan akomodasi.
A.
Pembelajaran
Kontekstual
1.
Pendahuluan
Salah satu
unsur terpenting dalam penerapan pendekatan kontekstual adalah pemahaman guru
untuk menerapkan strategi pembelajaran kontekstual dalam kelas. Pembelajaran
kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey ﴾1916)
yang menyimpulkan bahwa murid akan belajar dengan lebih baik jika apa yang
dipelajari terkait apa yang telah diketahui, dan dengan kegiatan atau peristiwa
yang akan terjadi disekelilingnya. Pembelajaran ini menenkankan pada daya pikir
yang tinggi , transfer ilmu pengetahuan, mengumpulkan dan menganalisis data,
memecahkan masalah masalah tertentu baik secara individu maupun kelompok
(Badruzaman,2006).
2.
Pengertian
Strategi pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses pendidikan
yang holistik, dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi
pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan metari tersebut dengan konteks
kehidupan mereka sehari hari, sehingga siswa memiliki kemampuan atau
ketrampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan/
konteks lainnya.
Dalam kelas kontekstual tugas guru adalah membantu siswa mencapai
tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi
informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai tim yang bekerja bersama untuk
menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas/ siswa.
Pembelajaran Kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendororng siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari hari dengan melibatkan tujuh komponen utama
pembelajaran yang efektif yakni : kontruktivisme, bertanya, menemukan,
masyarakat belajar, pemodelan dan penilaian sebenarnya.
3.
Elemen
Belajar yang Konstruktif
Menurut
Zahorik﴾1995:14-22) terdapat lima elemen yang harus
diperhatikan dalam praktetk pembelajaran kontekstual yaitu :
a.
Pengaktifan
pengetahuan yang sudah ada/ activating knowledge
b.
Pemerolehan
pengetahuan baru / acquiring knowledge dengan cara mempelajari secara
keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detainya.
c. Pemahaman
pengetahuan/ understanding knowledge yaitu dengan cara menyusun konsep
sementara, melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan atau
validasi dan atas dasar tangapan itu, konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.
d.
Mempraktikan
pengatahuan dan pengalaman tersebut/ applying knowledge
e. Melakukan
refleksi/ reflecting knowledge terhadap strategi pengembangan
pengetahuan tersebut.
4.
Langkah
Langkah Contextual Teaching and Learning/ CTL
a.
Kembangkan
pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri,
dan mengontruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilannya
b.
Lakukan
sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
c.
Kembangkan
sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
d.
Ciptakan
masyarakat belajar
e.
Hadirkan
model sebagai contoh pembelajaran
f.
Lakukan
refleksi diakhir pertemuan
g.
Lakukan
penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
5.
Karakteristik
Pembelajaran CTL
a.
Kerjasama
b.
Saling
menunjang
c.
Menyenangkan,
tidak membosankan
d.
Belajar
dengan bergairah
e.
Pembelajaran
terintegrasi
f.
Menggunakan
berbagai sumber
g.
Siswa
aktif
h.
Sharing
dengan teman
i.
Siswa
kritis guru kreatiif
j.
Dinding
dan lorong penuh dengan hasil kerja siswa
k. Laporan
kepada orang tua bukan hanya rapor tetpi hasil karya siswa, laporan hasil
praktikum, karangan siswa dan lain lain.
Sumber : Majid,
Abdul dan Rochman Chaerul. 2014. Pendekatan Ilmiah dalam Implementasi
Kurikulum 2013. Bandung: Remaja Rosdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar