Minggu, 03 Mei 2015

MAKALAH ULUMUL HADITS INKAR AL SUNNAH



ULUMUL HADITS
INKAR AL-SUNNAH



Di susun oleh :


1.     Dwi Naily Fikriyah (20130720089)
2.     Latifatul Fajriyah (20130720090)
3.     Clara Suciyani (20130720093)




PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar  Belakang
Hadits adalah segala sesuatu yang datang dari Nabi SAW baik berupa perkataan atau perbuatan dan atau persetujuan. Hadits berkedudukan sebagai sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Adanya hadits berfungsi sebagai penjelas ayat-ayat Al-Qur’an.
Akan tetapi dari disampaikannya hadits-hadits yang disandarkan pada Rasulullah SAW tidak semua disetujui oleh semua ummat Islam. Terdapat golongan yang  mengakui akan ketidakbenaran kehadiran hadits-hadits tersebut. Dengan pemikiran-pemikiran yang membuat kokohnya pendapat yang tidak mempercayai Sunnah tersebut, golongan-golongan yang terlibat pun ikut andil untuk mengingkari segala yang sampai pada mereka. Maka perlunya untuk membahas peristiwa Al-Inkar Al- Sunnah tersebut.

B.     Rumusan Masalah
Dalam makalah ini terdapat beberapa pokok permasalahan yang dijadikan sebagai objek pembahasan:
1.      Pengertian Al-Inkar Al- Sunnah
2.      Sebab Kemunculan Al-Inkar Al- Sunnah
3.      Argumen-Argumen Penguat Al-Inkar Al- Sunnah

C.     Tujuan

Makalah ini ditulis untuk memberikan sebuah gambaran yang jelas mengenai dasar-dasar pemikiran Al-Inkar Al- Sunnah, baik  dilihat dari pengertian, sebab kemunculan, serta argumen-argumen yang ada; sehingga dapat digunakan untuk sarana pembelajaran dalam pendidikan Islam.


BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian Ingkar Sunnah
                  Kata “Ingkar Sunnah” terdiri dari dua kata yaitu “Ingkar” dan “Sunnah”. Kata “Ingkar” berasal dari akar kata bahasa Arab إِنْكَرَا  يُنْكِرُ  إِنْكَرَ   yang mempunyai arti diantaranya :”Tidak mengakui dan tidak menerima baik di lisan dan di hati, bodoh atau  tidak mengetahui sesuatu. Misalnya Firman Allah :
فَدَخَلُوا عَلَيْهِ فَعَرَفَهُمْ وَهُمْ لَهُ مُنْكِرُونَ
 Lalu mereka (saudara saudara Yusuf) masuk ke (tempat) nya. Maka Yusuf mengenal   mereka, sedang mereka tidak kenal (lagi) kepadanya kepadanya.(QS.Yusuf (12) :58).
يَعْرِفُونَ نِعْمَةَ اللَّهِ ثُمَّ يُنْكِرُونَهَا وَأَكْثَرُهُمُ الْكَافِرُونَ
Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang orang yang kafir. (QS.An-Nahl (16) :83).
      Al Askari membedakan antara makna An Inkar dan Al Juhdu. Kata Al Inkar terhadap sesuatu yang tersembunyi dan tidak disertai pengetahuan, sedang Al Juhdu terhadap sesuatu yang nampak dan disertai dengan pengetahuan. Dengan demikian bisa jadi orang yang mengingkari sunnah sebagai hujjah dikalangan orang yang tidak banyak pengetahuannya tentang ulum hadits. Dari beberapa kata”Ingkar” di atas dapat disimpulkan bahwa Ingkar secara etimologis diartikan menolak, tidak mengakui, dan tidak menerima sesuatu, baik lahir dan batin atau lisan dan hati yang dilatar belakangi oleh faktor ketidaktahuannya atau faktor lain.
      Orang yang menolak sunnah sebagai hujjah dalam beragama oleh umumnya ahli hadits disebut ahli bid’ah. Mereka itu, kaum Khawarij, Mu’tazilah dan lain lain karena mereka itu umumnya menolak sunnah.
      Ada beberapa definisi Ingkar Sunnah yanng sifatnya masih sangat sederhana pembatasannya diantaranya sebagai berikut :
a.       Paham yang timbul dalam masyarakat Islam yang menolak hadits atau sunnah sebagai sumber ajaran agama Islam kedua setelah Al Qur’an.
b.      Suatu paham yang timbul pada sebagian minoritas umat Islam yang menolak dasar hukum Islam dari Sunnah shahih baik sunnah praktis atau yang secara formal dikodifikasikan para ulama, baik secara totalitas mutawatir atau ahad atau sebagian saja, tanpa ada alasan yang diterima.
Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa Ingkar Sunnah adalah paham atau pendapat perorangan atau kelompok bukan gerakan atau aliran, ada kemungkinan paham ini dapat menerima sunnah selain sebagai sumber hukum Islam, misalnya sebagai fakta sejarah, budaya, tradisi dan lain lain. Paham Ingkar Sunnah bisa jadi menolak keseluruhan sunnah baik sunnah mutawatir dan ahad atau menolak yang ahad saja atau sebagian saja. Demikian juga penolakan sunnah tidak didasari alasan yang kuat, jika dengan alasan yang dapat diterima oleh akal sehat, seperti seorang mujtahid yang menemukan dalil yang lebih kuat daripada hadits yang ia dapatkan, atau hadits itu tidak sampai kepadanya, atau karena kedhaifannya atau karena tujuan syar’i yang lain maka tidak digolongkan Ingkar Sunnah.
2.      Sejarah Ingkar Sunnah
Sejarah Ingkar Sunnah terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut :
a.       Ingkar Sunnah Klasik
     Ingkar Sunnah Klasik terjadi pada masa Imam Asy-Syafi’i (w. 204 H) yang menolak kehujjahan sunnah dan menolak sunnah sebagi sumber hukum Islam baik mutawatir atau ahad. Imam Asy-Syafi’i yang dikenal sebagai Nashir As Sunnah (pembela sunnah)  pernah didatangi oleh orang yang disebut sebagai ahli tentang mazhab teman temannya yang menolak seluruh sunnah. Ia datang untuk berdiskusi dan berdebat dengan Asy-Syafi’i secara panjang lebar dengan berbagai argumentasi yang ia ajukan. Namun, semua argumentasi yang dikemukakan orang tersebut dapat ditangkis oleh Asy-Syafi’i dengan jawaban yang argumentatif, ilmiah, dan rasional sehingga akhirnya ia mengakui dan menerima sunnah Nabi.
    Muhammad Abu Zahrah berkesimpulan bahwa ada kelompok pengingkar Sunnah yang berhadapan dengan Asy-Syafi’i yaitu :
1)      Menolak sunnah secara keseluruhan, golongan ini hanya mengakui Al Qur’an saja yang dapat dijadikan hujjah.
2)      Tidak menerima sunnah kecuali yang semakna dengan Al Qur’an.
     Kesimpulannya Ingkar Sunnah klasik diawali akibat konflik internal umat Islam yang dikobarkan oleh sebagian kaum Zindik yang berkedok pada sekte sekte dalam Islam, kemudian di ikuti oleh para pendukungnya dengan cara saling mencaci para sahabat dan melemparkan hadits palsu. Penolakan sunnah secara keseluruhan bukan karakteristik umat Islam. Semua umat Islam menerima kehujjahan sunnah. Namun, mereka berbeda dalam memberikan kriteria persyaratan kualitas sunnah.(Majid, Abdul Khon.2009.hal 27-40).
b.      Ingar Sunnah Modern
    Al Mawdudi  yang dikutip oleh Khadim Husein Ilahi Najasy seorang Guru Besar Fakultas Tarbiyah Jamiah Ummi Al Qura Thaif, demikian juga dikutip beberapa ahli Hadits juga mengatakan bahwa Ingkar Sunnah lahir kembali di India, setelah kelahirannya pertama di Irak masa klasik. Tokoh tokohnya ialah Sayyid Ahmad Khan (w.1897 M), Ciragh Ali (w.1898 M), Maulevi Abdullah Jakralevi (w.1918 M), Ahmad Ad-Din Amratserri (w.1933M), Aslam Cirachburri (w.1955M), Ghulam Ahmad Parwez dan Abdul Khaliq Malwadah, Sayyid Ahmad Khan sebagai penggagas sedang Ciragh Ali dan lainnya sebagai pelanjut ide ide Abu Al Hudzail pemikiran Ingkar Sunnah tersebut.
    Sebab utama pada awal timbulnya Ingkar Sunnah modern ini ialah akibat pengaruh kolonialisme yang semakin dahsyat sejak awal abad 19 M di dunia Islam.

c.        Pokok Pokok Ajaran Ingkar Sunnah

1)      Tidak percaya kepada semua hadits Rasulullah. Menurut mereka hadits itu karangan Yahudi untuk menghancurkan Islam dari dalam.
2)      Dasar Hukum Islam hanya Al Qur’an saja.
3)      Syahadat mereka :Isyhadu bi anna muslimun.
4)      Shalat mereka bermacam macam ada yang shalatnya dua rakaat-dua rakaat dan ada yang hanya eling saja.
5)      Haji boleh dilakukan selama empat bulan haram yaitu Muharram, Rajab, Zulqa’idah, dan Zulhijah.
6)      Pakaian ihram adalah pakaian Arab dan membuat repot. Oleh karena itu waktu mengerjakan haji boleh memakai celana panjang dan baju biasa.
7)      Rasul tetap diutus sampai hari kiamat.
8)      Orang yang meninggal tidak dishalati karena tidak ada perintah dalam Al Qur’an.

3.      Alasan Pengingkar Sunnah
Terdapat dua hal yang menjadi argumen besar para pengingkar sunnah sebagai alasan dan landasan yang digunakan. Argumen-argumen Naqli dan argumen-argumen non-naqli. (Ismail, Syuhudi. Hadits Nabi Menurut Pembela, Pengingkar, dan Pemalsunya.1995. Jakarta: Gema Insani Press.)
1)      Argumen-Argumen Naqli
Yang dimaksud dengan argumen-argumen naqli tidak hanya berupa ayat-ayat Al-Qur’an saja, tetapi juga berupa sunnah atau hadits Nabi.
a)      Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 89
...وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ (٨٩)
... Dan Kami turunkan Kitab (Al Quran) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu.
b)      Al Qur’an Surat Al An’am ayat 38
مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ.....
... Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al Kitab
Menurut para pengingkar sunnah kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa Al    Qur’an telah mencangkup segala sesuatu berkenaan dengan agama. Menurut mereka salat lima waktu sehari semalam yang wajib didirikan dan yang sehubungan dengannya, dasarnya bukanlah sunnah atau hadits, melainkan ayat ayat Al Qur’an, misalnya QS.Al Baqarah : 238, Al Hud:144, Al Isra:78 dan 110,Taha:130,Al Hajj:7, An Nur:58, Ar Rum 17-18. (ibid.)
Dalam kaitannya dengan tata cara shalat Kassim Ahmad pengingkar Sunnah dari Malaysia menyatakan dalam bahasa Malaysia :
Kita telah membuktikan bahwa perintah sembahyang telah diberi oleh Tuhan kepada Nabi Ibrahim dan kaumnya dan amalan ini telah diperuntukkan generasi demi generasi, hingga Muhammad dan umatnya.....(Kassim Ahmad), h. 104.
Ada hikmahnya yang besar mengapa Tuhan tidak memperincikan bentuk dan kaidah salat dalam Al Qur’an. Pertama, karena bentuk dan kaidah ini telah diajar kepada Nabi Ibrahim dan pengikut pengikutnya dan di sahkan untuk di ikuti oleh umat Muhammad. Kedua, karena bentuk dan kaidah ini tidak begitu penting dan Tuhan ingin memberi kelonggaran kepada umat Muhammad supaya mereka boleh melakukan salat mereka dalam keadaan apajuga seperti dalam perjalanan jauh, peperangan, di Kutub Utara, atau di angkasa lepas,mengikuti cara yang sesuai....(Ibid, h.47)
Dengan demikian menurut pengingkar sunnah tata cara salat tidaklah penting. Para pengingkar sunnah adalah orang orang yang berpendapat bahwa Nabi Muhammad tidak berhak sama sekali untuk menjelaskan Al Qur’an kepada umatnya. Nabi Muhammad hanya bertugas untuk menerima wahyu dan menyampaikan wahyu itu kepada para pengikutnya. Dalam Al Qur’an dinyatakan bahwa orang yang beriman diperintahkan untuk patuh kepada Rasulullah. Hal itu menurut para pengingkar sunnah hanya berlaku sewaktu Rasulullah masih hidup, yakni tatkala jabatan ulul amri masih ditangan beliau. Setelah beliau wafat maka jabatan ulul amri berpindah kepada orang lain dan karenanya kewajiban patuh orang yang beriman kepada Nabi Muhammad menjadi gugur. (Ibid, h.40-44)
c)      QS. Al Fathir :31
وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ هُوَ الْحَقُّ
Artinya : Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al Kitab (Al Qur'an) itulah yang benar.
d)     Sejumlah riwayat hadist yang antara lain berbunyi sebagai berikut :
مَا اَتاَكُمْ عَنِّيْ فَاَ عْرِضُوْهُ عَلىَ كِتَا بِ اللهِ فَإِ نْ وَافَقَ كِتَابَ اللهِ فَلَمْ اَقُلْهُ. وَاِنمَّا اَناَ مُوَ افِقُ كِتَا باَاللهِ وَ بِهِ هَدَا نِى اللهُ.
Artinya : Apa yang datang kepadamu dari saya, maka konfirmasikanlah dengan Kitabullah; Jika sesuai dengan Kitabullah, maka hal itu berarti saya telah mengatakannya; Dan jika ternyata menyalahi Kitabullah, maka hal itu bukanlah saya yang mengatakannya. Dan sesungguhnya saya (selalu) sejalan dengan Kitabullah dan dengannya Allah telah memberi petunjuk kepada saya.

2)      Argumen Non-Naqli

a)      Al Qur’an diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad (melalui Malaikat Jibril) dalam bahasa Arab. Orang orang yang memiliki pengetahuan bahasa Arab mampu memahami Al Qur’an secara langsung, tanpa bantuan penjelasan dari hadits Nabi. Dengan demikian hadits Nabi tidak diperlukan untuk memahami petunjuk Al Qur’an. (al-Syafi’i. juz VII, h. 250)
b)      Dalam sejarah umat Islam telah mengalami kemunduran. Umat Islam mundur karena umat Islam terpecah pecah. Perpecahan itu terjadi karena umat Islam berpegang kepada hadits Nabi. Jadi menurut para pengingkar sunnah, haditsNabi merupakan sumber kemunduran umat Islam; Agar umat Islam maju, maka umat Islam harus meninggalkan hadits Nabi.
c)      Asal mula hadits Nabi yang terhimpun dalam kitab kitab hadits adalah dongeng dongeng semata. Dinyatakan demikian, karena hadits Nabi lahir setelah lama Nabi wafat. Dalam sejarah, sebagian hadits baru muncul pada zaman tabi’in dan atba’ al tabi’in (dibaca atba’ut-tabi’in), yakni sekitar empat puluh atau lima puluh tahun sesudah Nabi wafat. Kitab kitab hadits yang terkenal, misalnya Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, adalah kitab kitab yang menghimpun berbagai hadits palsu. Disamping itu, banyak matan hadits yang termuat dalam berbagai kitab hadits, isinya bertentangan dengan Al Qur’an ataupun logika. (Ibid)
d)      Menurut dokter Taufiq Sidqi, tiada satupun hadits Nabi yang dicatat pada zaman Nabi. Pencatatan hadits terjadi setelah Nabi wafat. Dalam masa tidak tertulisnya hadits itu, manusia berpeluang untuk mempermainkan dan merusak hadits sebagai mana yang telah terjadi.
e)      Menurut pengingkar sunnah, kritik sanad yang terkenal dalam ilmu hadits sangat lemah untuk menentukan keshahihan hadits dengan alasan sebagai berikut :
(1)   Dasar kritik sanad itu, yang dalam ilmu hadits dikenal dengan istilah ‘Ilm al-Jarh wa al-Ta’dil (ilmu yang membahas ketercelaan dan keterpujian pada periwayat hadits), baru muncul setelah satu setengah abad Nabi wafat. Dengan demikian, para periwayat generasi sahabat Nabi, al-tabi’in, dan atba’ al- tabi’in tidak dapat ditemui dan diperiksa lagi.
(2)   Seluruh sahabat Nabi sebagai periwayat hadits pada generasi pertama dinilai adil oleh ulama hadits pada akhir abad ketiga dan awal abad ke empat Hijriah. Dengan konsep ta’dil al-shahabah, para sahabat Nabi dinilai terlepas dari kesalahan dalam melaporkan hadits.

D.    KESIMPULAN
Ingkar Sunnah adalah paham atau pendapat perorangan atau kelompok bukan gerakan atau aliran, ada kemungkinan paham ini dapat menerima sunnah selain sebagai sumber hukum Islam, misalnya sebagai fakta sejarah, budaya, tradisi dan lain lain.
Namun perlu ditekankan bahwa adanya Inkar Sunnah setidaknya  mengharuskan dilakukannya suatu pembelajaran kembali yang lebih matang mengenai tafsir Qur’an yang benar dan adanya peninjauan kembali untuk menghadirkan analisa-analisa terhadap kebenaran-kebenaran penyampaian hadits/sunnah yang tidak menekankan keterbukaan pemikiran yang sebenarnya dapat membantu kehidupan. Sehingga hidup yang dilandaskan pada Al-Qur’an dapat benar-benar terrealisasikan tanpa adanya kekakuan pemikiran yang tidak terbuka terhadap pemahaman Al-Qur’an itu sendiri, sebab di dalam Al-Qur’an juga terdapat beberapa ayat yang memerlukan penjelasan dari penerima wahyu itu sendiri.










DAFTAR PUSTAKA
Azami, M.2004.Menguji Keaslian Hadis Hadis Hukum.Jakarta :Pustaka Firdaus.
Majid, Khon Majid. 2009. Ulumul Hadis.Jakarta : Bumi Aksara.
Rahman Fazlur.2002.Wacana Studi Hadis Kontemporer.Yogyakarta: Tiara Wacana.








3 komentar:

  1. good, sangat bagus.
    menambah ilmu pengetahuan tentang agama.

    thanks. :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, terimakasih. Semoga bermanfaat :)

      Hapus
  2. Good👍
    Alhamdulillah yahh, bisa menjadi tambahan wawasan😊😊

    BalasHapus