ULUMUL HADITS
INKAR AL-SUNNAH
Di susun oleh :
1.
Dwi
Naily Fikriyah (20130720089)
2.
Latifatul
Fajriyah (20130720090)
3.
Clara
Suciyani (20130720093)
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
FAKULTAS
AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hadits adalah
segala sesuatu yang datang dari Nabi SAW baik berupa perkataan atau perbuatan
dan atau persetujuan. Hadits berkedudukan sebagai sumber hukum Islam yang kedua
setelah Al-Qur’an. Adanya hadits berfungsi sebagai penjelas ayat-ayat
Al-Qur’an.
Akan tetapi
dari disampaikannya hadits-hadits yang disandarkan pada Rasulullah SAW tidak
semua disetujui oleh semua ummat Islam. Terdapat golongan yang mengakui akan ketidakbenaran kehadiran hadits-hadits
tersebut. Dengan pemikiran-pemikiran yang membuat kokohnya pendapat yang tidak
mempercayai Sunnah tersebut, golongan-golongan yang terlibat pun ikut andil
untuk mengingkari segala yang sampai pada mereka. Maka perlunya untuk membahas
peristiwa Al-Inkar Al- Sunnah tersebut.
B.
Rumusan
Masalah
Dalam makalah ini terdapat beberapa pokok permasalahan yang
dijadikan sebagai objek pembahasan:
1.
Pengertian
Al-Inkar Al- Sunnah
2.
Sebab
Kemunculan Al-Inkar Al- Sunnah
3.
Argumen-Argumen
Penguat Al-Inkar Al- Sunnah
C.
Tujuan
Makalah ini ditulis untuk memberikan
sebuah gambaran yang jelas mengenai dasar-dasar pemikiran Al-Inkar Al- Sunnah,
baik dilihat dari pengertian, sebab
kemunculan, serta argumen-argumen yang ada; sehingga dapat digunakan untuk
sarana pembelajaran dalam pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Ingkar Sunnah
Kata “Ingkar Sunnah” terdiri dari dua kata yaitu
“Ingkar” dan “Sunnah”. Kata “Ingkar” berasal dari akar kata bahasa Arab إِنْكَرَا يُنْكِرُ
إِنْكَرَ yang mempunyai arti diantaranya :”Tidak mengakui dan tidak menerima
baik di lisan dan di hati, bodoh atau
tidak mengetahui sesuatu. Misalnya Firman Allah :
فَدَخَلُوا عَلَيْهِ
فَعَرَفَهُمْ وَهُمْ لَهُ مُنْكِرُونَ
“Lalu mereka (saudara saudara Yusuf) masuk ke
(tempat) nya. Maka Yusuf mengenal mereka,
sedang mereka tidak kenal (lagi) kepadanya kepadanya.(QS.Yusuf (12) :58).
يَعْرِفُونَ نِعْمَةَ
اللَّهِ ثُمَّ يُنْكِرُونَهَا وَأَكْثَرُهُمُ الْكَافِرُونَ
“Mereka mengetahui
nikmat Allah, kemudian mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang orang
yang kafir. (QS.An-Nahl (16) :83).
Al Askari membedakan
antara makna An Inkar dan Al Juhdu. Kata Al Inkar terhadap
sesuatu yang tersembunyi dan tidak disertai pengetahuan, sedang Al Juhdu
terhadap sesuatu yang nampak dan disertai dengan pengetahuan. Dengan demikian
bisa jadi orang yang mengingkari sunnah sebagai hujjah dikalangan orang yang
tidak banyak pengetahuannya tentang ulum hadits. Dari beberapa kata”Ingkar” di
atas dapat disimpulkan bahwa Ingkar secara etimologis diartikan menolak, tidak
mengakui, dan tidak menerima sesuatu, baik lahir dan batin atau lisan dan hati yang
dilatar belakangi oleh faktor ketidaktahuannya atau faktor lain.
Orang yang menolak
sunnah sebagai hujjah dalam beragama oleh umumnya ahli hadits disebut ahli
bid’ah. Mereka itu, kaum Khawarij, Mu’tazilah dan lain lain karena mereka itu
umumnya menolak sunnah.
Ada beberapa definisi
Ingkar Sunnah yanng sifatnya masih sangat sederhana pembatasannya diantaranya
sebagai berikut :
a.
Paham
yang timbul dalam masyarakat Islam yang menolak hadits atau sunnah sebagai
sumber ajaran agama Islam kedua setelah Al Qur’an.
b.
Suatu
paham yang timbul pada sebagian minoritas umat Islam yang menolak dasar hukum
Islam dari Sunnah shahih baik sunnah praktis atau yang secara formal
dikodifikasikan para ulama, baik secara totalitas mutawatir atau ahad
atau sebagian saja, tanpa ada alasan yang diterima.
Dari definisi
diatas dapat dipahami bahwa Ingkar Sunnah adalah paham atau pendapat perorangan
atau kelompok bukan gerakan atau aliran, ada kemungkinan paham ini dapat
menerima sunnah selain sebagai sumber hukum Islam, misalnya sebagai fakta
sejarah, budaya, tradisi dan lain lain. Paham Ingkar Sunnah bisa jadi menolak
keseluruhan sunnah baik sunnah mutawatir dan ahad atau menolak
yang ahad saja atau sebagian saja. Demikian juga penolakan sunnah tidak
didasari alasan yang kuat, jika dengan alasan yang dapat diterima oleh akal
sehat, seperti seorang mujtahid yang menemukan dalil yang lebih kuat daripada
hadits yang ia dapatkan, atau hadits itu tidak sampai kepadanya, atau karena
kedhaifannya atau karena tujuan syar’i yang lain maka tidak digolongkan Ingkar
Sunnah.
2.
Sejarah
Ingkar Sunnah
Sejarah Ingkar Sunnah terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut :
a.
Ingkar
Sunnah Klasik
Ingkar Sunnah Klasik terjadi pada masa
Imam Asy-Syafi’i (w. 204 H) yang menolak kehujjahan sunnah dan menolak sunnah
sebagi sumber hukum Islam baik mutawatir atau ahad. Imam
Asy-Syafi’i yang dikenal sebagai Nashir As Sunnah (pembela sunnah) pernah didatangi oleh orang yang disebut
sebagai ahli tentang mazhab teman temannya yang menolak seluruh sunnah. Ia
datang untuk berdiskusi dan berdebat dengan Asy-Syafi’i secara panjang lebar
dengan berbagai argumentasi yang ia ajukan. Namun, semua argumentasi yang
dikemukakan orang tersebut dapat ditangkis oleh Asy-Syafi’i dengan jawaban yang
argumentatif, ilmiah, dan rasional sehingga akhirnya ia mengakui dan menerima
sunnah Nabi.
Muhammad Abu Zahrah berkesimpulan bahwa ada
kelompok pengingkar Sunnah yang berhadapan dengan Asy-Syafi’i yaitu :
1)
Menolak
sunnah secara keseluruhan, golongan ini hanya mengakui Al Qur’an saja yang
dapat dijadikan hujjah.
2)
Tidak
menerima sunnah kecuali yang semakna dengan Al Qur’an.
Kesimpulannya Ingkar
Sunnah klasik diawali akibat konflik internal umat Islam yang dikobarkan oleh
sebagian kaum Zindik yang berkedok pada sekte sekte dalam Islam, kemudian di
ikuti oleh para pendukungnya dengan cara saling mencaci para sahabat dan
melemparkan hadits palsu. Penolakan sunnah secara keseluruhan bukan
karakteristik umat Islam. Semua umat Islam menerima kehujjahan sunnah. Namun,
mereka berbeda dalam memberikan kriteria persyaratan kualitas sunnah.(Majid,
Abdul Khon.2009.hal 27-40).
b.
Ingar
Sunnah Modern
Al
Mawdudi yang dikutip oleh Khadim Husein
Ilahi Najasy seorang Guru Besar Fakultas Tarbiyah Jamiah Ummi Al Qura Thaif,
demikian juga dikutip beberapa ahli Hadits juga mengatakan bahwa Ingkar Sunnah
lahir kembali di India, setelah kelahirannya pertama di Irak masa klasik. Tokoh
tokohnya ialah Sayyid Ahmad Khan (w.1897 M), Ciragh Ali (w.1898 M), Maulevi
Abdullah Jakralevi (w.1918 M), Ahmad Ad-Din Amratserri (w.1933M), Aslam
Cirachburri (w.1955M), Ghulam Ahmad Parwez dan Abdul Khaliq Malwadah, Sayyid
Ahmad Khan sebagai penggagas sedang Ciragh Ali dan lainnya sebagai pelanjut ide
ide Abu Al Hudzail pemikiran Ingkar Sunnah tersebut.
Sebab utama pada awal timbulnya Ingkar
Sunnah modern ini ialah akibat pengaruh kolonialisme yang semakin dahsyat sejak
awal abad 19 M di dunia Islam.
c.
Pokok Pokok Ajaran Ingkar Sunnah
1)
Tidak
percaya kepada semua hadits Rasulullah. Menurut mereka hadits itu karangan
Yahudi untuk menghancurkan Islam dari dalam.
2)
Dasar
Hukum Islam hanya Al Qur’an saja.
3)
Syahadat
mereka :Isyhadu bi anna muslimun.
4)
Shalat
mereka bermacam macam ada yang shalatnya dua rakaat-dua rakaat dan ada yang
hanya eling saja.
5)
Haji
boleh dilakukan selama empat bulan haram yaitu Muharram, Rajab, Zulqa’idah, dan
Zulhijah.
6)
Pakaian
ihram adalah pakaian Arab dan membuat repot. Oleh karena itu waktu mengerjakan
haji boleh memakai celana panjang dan baju biasa.
7)
Rasul
tetap diutus sampai hari kiamat.
8)
Orang
yang meninggal tidak dishalati karena tidak ada perintah dalam Al Qur’an.
3.
Alasan
Pengingkar Sunnah
Terdapat dua
hal yang menjadi argumen besar para pengingkar sunnah sebagai alasan dan
landasan yang digunakan. Argumen-argumen Naqli dan argumen-argumen non-naqli.
(Ismail, Syuhudi. Hadits Nabi Menurut Pembela, Pengingkar, dan Pemalsunya.1995.
Jakarta: Gema Insani Press.)
1)
Argumen-Argumen
Naqli
Yang dimaksud dengan argumen-argumen
naqli tidak hanya berupa ayat-ayat Al-Qur’an saja, tetapi juga berupa sunnah
atau hadits Nabi.
a)
Al-Qur’an
Surat An-Nahl ayat 89
...وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ
تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ (٨٩)
... Dan Kami turunkan Kitab (Al Quran) kepadamu untuk menjelaskan segala
sesuatu.
b)
Al
Qur’an Surat Al An’am ayat 38
مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ.....
... Tiadalah Kami
alpakan sesuatu pun di dalam Al Kitab
Menurut para pengingkar sunnah kedua ayat tersebut
menunjukkan bahwa Al Qur’an telah
mencangkup segala sesuatu berkenaan dengan agama. Menurut mereka salat lima
waktu sehari semalam yang wajib didirikan dan yang sehubungan dengannya,
dasarnya bukanlah sunnah atau hadits, melainkan ayat ayat Al Qur’an, misalnya
QS.Al Baqarah : 238, Al Hud:144, Al Isra:78 dan 110,Taha:130,Al Hajj:7, An
Nur:58, Ar Rum 17-18. (ibid.)
Dalam kaitannya dengan tata cara shalat Kassim Ahmad
pengingkar Sunnah dari Malaysia menyatakan dalam bahasa Malaysia :
“Kita telah membuktikan bahwa perintah sembahyang
telah diberi oleh Tuhan kepada Nabi Ibrahim dan kaumnya dan amalan ini telah
diperuntukkan generasi demi generasi, hingga Muhammad dan umatnya.....(Kassim
Ahmad), h. 104.
Ada hikmahnya yang besar mengapa Tuhan tidak
memperincikan bentuk dan kaidah salat dalam Al Qur’an. Pertama, karena bentuk
dan kaidah ini telah diajar kepada Nabi Ibrahim dan pengikut pengikutnya dan di
sahkan untuk di ikuti oleh umat Muhammad. Kedua, karena bentuk dan kaidah ini
tidak begitu penting dan Tuhan ingin memberi kelonggaran kepada umat Muhammad
supaya mereka boleh melakukan salat mereka dalam keadaan apajuga seperti dalam
perjalanan jauh, peperangan, di Kutub Utara, atau di angkasa lepas,mengikuti
cara yang sesuai....(Ibid, h.47)
Dengan
demikian menurut pengingkar sunnah tata cara salat tidaklah penting. Para
pengingkar sunnah adalah orang orang yang berpendapat bahwa Nabi Muhammad tidak
berhak sama sekali untuk menjelaskan Al Qur’an kepada umatnya. Nabi Muhammad
hanya bertugas untuk menerima wahyu dan menyampaikan wahyu itu kepada para
pengikutnya. Dalam Al Qur’an dinyatakan bahwa orang yang beriman diperintahkan
untuk patuh kepada Rasulullah. Hal itu menurut para pengingkar sunnah hanya
berlaku sewaktu Rasulullah masih hidup, yakni tatkala jabatan ulul amri
masih ditangan beliau. Setelah beliau wafat maka jabatan ulul amri
berpindah kepada orang lain dan karenanya kewajiban patuh orang yang beriman
kepada Nabi Muhammad menjadi gugur. (Ibid, h.40-44)
c)
QS.
Al Fathir :31
وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ هُوَ الْحَقُّ
Artinya
: Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al Kitab (Al Qur'an)
itulah yang benar.
d)
Sejumlah riwayat hadist yang antara lain berbunyi sebagai berikut
:
مَا اَتاَكُمْ عَنِّيْ فَاَ عْرِضُوْهُ عَلىَ كِتَا بِ اللهِ فَإِ نْ
وَافَقَ كِتَابَ اللهِ فَلَمْ اَقُلْهُ. وَاِنمَّا اَناَ مُوَ افِقُ كِتَا باَاللهِ
وَ بِهِ هَدَا نِى اللهُ.
Artinya : Apa yang datang kepadamu dari saya, maka
konfirmasikanlah dengan Kitabullah; Jika sesuai dengan Kitabullah, maka hal itu
berarti saya telah mengatakannya; Dan jika ternyata menyalahi Kitabullah, maka
hal itu bukanlah saya yang mengatakannya. Dan sesungguhnya saya (selalu)
sejalan dengan Kitabullah dan dengannya Allah telah memberi petunjuk kepada
saya.
2)
Argumen Non-Naqli
a)
Al Qur’an diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad (melalui
Malaikat Jibril) dalam bahasa Arab. Orang orang yang memiliki pengetahuan
bahasa Arab mampu memahami Al Qur’an secara langsung, tanpa bantuan penjelasan
dari hadits Nabi. Dengan demikian hadits Nabi tidak diperlukan untuk memahami
petunjuk Al Qur’an. (al-Syafi’i. juz VII, h. 250)
b)
Dalam sejarah umat Islam telah mengalami kemunduran. Umat Islam
mundur karena umat Islam terpecah pecah. Perpecahan itu terjadi karena umat
Islam berpegang kepada hadits Nabi. Jadi menurut para pengingkar sunnah, haditsNabi
merupakan sumber kemunduran umat Islam; Agar umat Islam maju, maka umat Islam
harus meninggalkan hadits Nabi.
c)
Asal mula hadits Nabi yang terhimpun dalam kitab kitab hadits
adalah dongeng dongeng semata. Dinyatakan demikian, karena hadits Nabi lahir setelah
lama Nabi wafat. Dalam sejarah, sebagian hadits baru muncul pada zaman tabi’in
dan atba’ al tabi’in (dibaca atba’ut-tabi’in), yakni sekitar
empat puluh atau lima puluh tahun sesudah Nabi wafat. Kitab kitab hadits yang
terkenal, misalnya Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, adalah
kitab kitab yang menghimpun berbagai hadits palsu. Disamping itu, banyak matan
hadits yang termuat dalam berbagai kitab hadits, isinya bertentangan dengan Al
Qur’an ataupun logika. (Ibid)
d)
Menurut dokter Taufiq
Sidqi, tiada satupun hadits Nabi yang dicatat pada zaman Nabi. Pencatatan hadits
terjadi setelah Nabi wafat. Dalam masa tidak tertulisnya hadits itu, manusia
berpeluang untuk mempermainkan dan merusak hadits sebagai mana yang telah terjadi.
e)
Menurut pengingkar sunnah, kritik sanad yang terkenal dalam ilmu
hadits sangat lemah untuk menentukan keshahihan hadits dengan alasan sebagai
berikut :
(1) Dasar kritik sanad itu, yang dalam ilmu hadits dikenal
dengan istilah ‘Ilm al-Jarh wa al-Ta’dil (ilmu yang membahas ketercelaan
dan keterpujian pada periwayat hadits), baru muncul setelah satu setengah abad
Nabi wafat. Dengan demikian, para periwayat generasi sahabat Nabi, al-tabi’in,
dan atba’ al- tabi’in tidak dapat ditemui dan diperiksa lagi.
(2) Seluruh sahabat Nabi sebagai periwayat hadits pada
generasi pertama dinilai adil oleh ulama hadits pada akhir abad ketiga dan awal
abad ke empat Hijriah. Dengan konsep ta’dil al-shahabah, para sahabat
Nabi dinilai terlepas dari kesalahan dalam melaporkan hadits.
D.
KESIMPULAN
Ingkar Sunnah adalah paham atau
pendapat perorangan atau kelompok bukan gerakan atau aliran, ada kemungkinan
paham ini dapat menerima sunnah selain sebagai sumber hukum Islam, misalnya
sebagai fakta sejarah, budaya, tradisi dan lain lain.
Namun perlu ditekankan bahwa adanya
Inkar Sunnah setidaknya mengharuskan
dilakukannya suatu pembelajaran kembali yang lebih matang mengenai tafsir
Qur’an yang benar dan adanya peninjauan kembali untuk menghadirkan
analisa-analisa terhadap kebenaran-kebenaran penyampaian hadits/sunnah yang
tidak menekankan keterbukaan pemikiran yang sebenarnya dapat membantu
kehidupan. Sehingga hidup yang dilandaskan pada Al-Qur’an dapat benar-benar
terrealisasikan tanpa adanya kekakuan pemikiran yang tidak terbuka terhadap
pemahaman Al-Qur’an itu sendiri, sebab di dalam Al-Qur’an juga terdapat
beberapa ayat yang memerlukan penjelasan dari penerima wahyu itu sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
Azami,
M.2004.Menguji Keaslian Hadis Hadis Hukum.Jakarta :Pustaka Firdaus.
Majid, Khon Majid. 2009. Ulumul Hadis.Jakarta : Bumi Aksara.
Rahman Fazlur.2002.Wacana Studi Hadis Kontemporer.Yogyakarta:
Tiara Wacana.
good, sangat bagus.
BalasHapusmenambah ilmu pengetahuan tentang agama.
thanks. :-)
Alhamdulillah, terimakasih. Semoga bermanfaat :)
HapusGood👍
BalasHapusAlhamdulillah yahh, bisa menjadi tambahan wawasan😊😊